Upacara adat ini maksud dan tujuannya adalah sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkah dan karunianya sehingga hasil pertaniannya bisa berhasil dengan baik, juga mohon berkah agar hasil pertanian yang akan datang bisa lebih baik dari tahun kemarin. Disamping itu juga mendoakan kepada nabi Muhammad SAW dan para leluhur termasuk Sunan Geseng agar diberi selalu rahmat dan berkah.
Sejak jaman Sunan Geseng masih hidup, masyarakat Jolosutro pada setiap tahunnya selalu melaksanakan upacara rasulan setiap habis panen padi. Banyak tamu yang datang termasuk dari Kraton. Untuk menjamu tamu dari Kraton dalam setiap upacara selalu dihidangkan makanan yang bukan termasuk sesaji yaitu berupa ketupat berikut lauk pauknya. Namum tidak seperti ketupat pada umumnya ketupat Jolosutro dibungkus dengan daun gebang dan ukurannya lebih besar yaitu 15 x 15 cm sampai 35 x35 cm. Sedangkan cara mengolahnya berbeda dengan ketupat biasa sehingga rasanya juga lain, lauk pauknya pun berupa gudheg manggar. Ketupat rasulan ini menjadi hidangan khas pada upacara rasulan di Jolosutro sampai sekarang.
Upacara kupatan Jolosutro dilaksanakan sesudah masa panen padi. Namun karena waktu panen mengalami perubahan untuk bulan tidak mesti bulan Sapar dan nama pasaran juga tidak mesti Legi asal bukan Pon, sedangkan tanggalnya berdasarkan pedoman penanggalan Jawa yaitu tanggal 10-15 saat menjelang bulan purnama. Puncak acara dilaksanakan pada siang hari antara pukul 14.00-16.00 WIB.
Acara inti diawali dengan pembacaan ikrar yang diucapkan oleh juru kunci makam Sunan Geseng, dilanjutkan pembacaan doa oleh kaum dan ditutup dengan makan bersama dari sesaji kenduri yang telah disediakan berupa nasi ameng, nasi gurih beserta lauk pauknya serta hasil palawijo, jajan pasar, rengginan dan enten-enten.