Macapat disebut sebagai puisi bertembang karena pembacaannya dengan ditembangkan. Pembacaan itu berdasarkan susunan titilaras atau notasi yang sesuai pola metrum atau pakemnya. Sebagai sebuah puisi bertembang, macapat memiliki beragam jenis pola metrum atau pakem. Secara tradisional ada 15 pakem dalam macapat. Namun, secara umum macapat hanya memiliki 11 pola metrum. Sesuai pakem itu, dikenal 11 tembang macapat yakni maskumambang, mijil, sinom, kinanthi, asmaradana, gambuh, dhandanggula, durma, pangkur, megatruh, dan pucung. Kesebelas tembang macapat itu menggambarkan perjalanan kehidupan manusia.
Masing-masing tembang macapat sesuai pola metrum punya makna falsafah tersendiri. Mulai dari makna tentang alam ruh manusia sebelum dilahirkan, fase manusia lahir, tumbuh, mengenal cinta, sampai pada manusia meninggal dunia dan kembali ke alam ruh, misalnya Maskumambang (menceritakan tentang keadaan manusia saat masih di alam ruh yang kemudian ditanamkan dalam rahim atau gua garba seorang ibu), Mijil (Pola metrum ini merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia, mijil atau mbrojol dan keluarlah jabang bayi bernama manusia), Sinom (Sinom berarti penggambaran masa muda. Masa muda yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan), Kinanthi (pada pola kinanthi ini dicertiakan tentang masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan menuju cita-cita. Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud), Asmaradana (asmara artinya cinta. Sehingga ilustrasi pada pola metrum ini mengisahkan akan masa-masa kisah asmara, percintaan, atau larut dalam lautan kasih cinta), Gambuh (awal kata gambuh adalah jumbuh atau bersatu. Jadi pola metrum ini menceritakan soal komitmen dalam perkawinan untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga), Dhandhanggula (gambaran pola metrum ini, yakni kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial serta kesejahteraan, cukup sandang, papan, dan pangan), Durma (Durma berasal dari kata darma, pola metrum ini menggambarkan bahwa seseorang sedianya harus melakukan sedekah dan berbagi kepada sesame), Pangkur (pola metrum ini menggambarkan hawa nafsu manusia. Pangkur atau mungkur memiliki arti menyingkirkan hawa nafsu dan angkara murka, serta nafsu negatif yang menggerogoti jiwa), Megatruh (Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya ruh atau nyawa menuju keabadian. Jadi pola metrum ini mengisahkan tentang kematian manusia), dan Pucung (Pucung berarti pocong atau jasad manusia yang dibungkus kain mori putih. Pola metrum ini menceritakan tubuh manusia yang hanya menyisakan jasad yang dibungkus kain kafan saat dikuburkan di tempat peristirahatan abadi).
Ini menjadi salah satu atraksi wisata yang menarik yang dapat dicoba oleh wisatawan ketika berkunjung ke Desa Wisata Dewi Mulia Srimulyo.